Gulali adalah sejenis penganan yang dibuat dari pintalan gula yang dibakar terlebih dahulu. Penganan ini pertama kali diperkenalkan pada 1904 oleh William Morrison dan John C. Wharton, di St. Louis World's Fair dengan nama "Fairy Floss" (benang peri)[1] dengan
sukses besar. Mereka berhasil menjual 68.655 kotak dengan harga yang
cukup mahal saat itu, yaitu AS$0,25, atau setengah dari harga tiket
masuk ke ajang pameran tersebut.
Gulali
dibuat dari gula yang diberi pewarna makanan. Mesin gulali modern
bekerja dengan cara yang sama dengan mesin-mesin yang lama. Bagian
tengah mesin itu terdiri dari sebuah wadah kecil. Ke dalamnya dimasukkan
gula dan pewarna makanan. Pemanas dekat tepian wadah itu mencairkan
gulanya, yang kemudian diputar melalui lubang-lubang kecil dan hasilnya
dipadatkan oleh udara. Kemudian benang-benang itu dikumpulkan
pada sebuah wadah logam yang besar. Operator mesin memutar-mutar
sepotong kayu kecil atau sebuah kerucut karton (orang yang lebih
berpengalaman biasanya menggunakan tangan mereka sendiri) sekeliling
tepian wadah besar penangkap gulali untuk mengumpulkannya.
Sebagian
besar gulali terdiri dari udara sehingga hasilnya seringkali besar.
Sebuah kerucut gulali biasanya mencapai ukuran sebesar bola basket. Memakan gulali biasanya adalah bagian dari kunjungan ke pasar malam atau sirkus. Warna gulali yang paling populer adalah merah jambu. Favorit yang lain adalah campuran warna merah jambu, ungu dan biru.
Keasyikan memakan gulali semakin bertambah dengan menyaksikan cara pembuatannya di mesinnya.
Gulali
terasa manis dan lengket. Meskipun kelihatan seperti benang wol, gulali
segera mencair di dalam mulut. Ia juga berubah menjadi lengket bila
terkena uap air. Karena gulanya bersifat higroskopis,
dan mempunyai ruang permukaan yang sangat luas, ia akan menjadi makin
kasar, keras, dan biasanya tidak begitu halus lagi setelah terpapar
atmosfer. Dalam iklim yang lembap gulali harus segera dimakan dalam
beberapa jam, atau ia akan mengeras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar